CONTOH KASUS MENGENAI STATUS KEWARGANEGARAAN ANAK PERKAWINAN CAMPURAN
ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN
Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal,
dimana kewarganegaraan anak mengikuti ayah, sesuai pasal 13 ayat (1) UU No.62
Tahun 1958 :
“Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang
mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu
memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia, turut memperoleh
kewarga-negaraan Republik Indonesia setelah ia bertempat tinggal dan berada di
Indonesia. Keterangan tentang bertempat tinggal dan berada di Indonesia itu
tidak berlaku terhadap anak-anak yang karena ayahnya memperoleh
kewarga-negaraan Republik Indonesia menjadi tanpa kewarga-negaraan.”
Dalam ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak yang
lahir dari perkawinan campuran bisa menjadi warganegara Indonesia dan bisa
menjadi warganegara asing :
1. Menjadi
warganegara Indonesia
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara
seorang wanita warga negara asing dengan pria warganegara Indonesia (pasal 1
huruf b UU No.62 Tahun 1958), maka kewarganegaraan anak mengikuti ayahnya,
kalaupun Ibu dapat memberikan kewarganegaraannya, si anak terpaksa harus
kehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Bila suami meninggal dunia dan anak
anak masih dibawah umur tidak jelas apakah istri dapat menjadi wali bagi anak
anak nya yang menjadi WNI di Indonesia. Bila suami (yang berstatus pegawai
negeri)meningggal tidak jelas apakah istri (WNA) dapat memperoleh pensiun
suami.
2. Menjadi
warganegara asing
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara
seorang wanita warganegara Indonesia dengan warganegara asing. Anak tersebut
sejak lahirnya dianggap sebagai warga negara asing sehingga harus dibuatkan
Paspor di Kedutaan Besar Ayahnya, dan dibuatkan kartu Izin Tinggal Sementara
(KITAS) yang harus terus diperpanjang dan biaya pengurusannya tidak murah.
Dalam hal terjadi perceraian, akan sulit bagi ibu untuk mengasuh anaknya,
walaupun pada pasal 3 UU No.62 tahun 1958 dimungkinkan bagi seorang ibu WNI
yang bercerai untuk memohon kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya yang masih
di bawah umur dan berada dibawah pengasuhannya, namun dalam praktek hal ini
sulit dilakukan.
Masih terkait dengan kewarganegaraan anak, dalam UU
No.62 Tahun 1958, hilangnya kewarganegaraan ayah juga mengakibatkan hilangnya
kewarganegaraan anak-anaknya yang memiliki hubungan hukum dengannya dan belum
dewasa (belum berusia 18 tahun atau belum menikah). Hilangnya kewarganegaraan
ibu, juga mengakibatkan kewarganegaraan anak yang belum dewasa (belum berusia
18 tahun/ belum menikah) menjadi hilang (apabila anak tersebut tidak memiliki
hubungan hukum dengan ayahnya).
Menurut UU
Kewarganegaraan Baru
1.
Pengaturan Mengenai Anak Hasil Perkawinan Campuran
Undang-Undang kewarganegaraan yang baru memuat
asas-asas kewarganegaraan umum atau universal. Adapun asas-asas yang dianut
dalam Undang-Undang ini sebagai berikut:
1.Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
3. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
1.Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
3. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Undang-Undang ini pada dasarnya tidak mengenal
kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride).
Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam Undang-Undang ini
merupakan suatu pengecualian.
Mengenai hilangnya kewarganegaraan anak, maka
hilangnya kewarganegaraan ayah atau ibu (apabila anak tersebut tidak punya
hubungan hukum dengan ayahnya) tidak secara otomatis menyebabkan
kewarganegaraan anak menjadi hilang.
2.
Kewarganegaraan Ganda Pada Anak Hasil Perkawinan Campuran
Berdasarkan UU ini anak yang lahir dari perkawinan
seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan
seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai warga negara
Indonesia.
Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda , dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya. Pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda , dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya. Pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan
terobosan baru yang positif bagi anak-anak hasil dari perkawinan campuran.
Namun perlu ditelaah, apakah pemberian kewaranegaraan ini akan menimbulkan
permasalahan baru di kemudian hari atau tidak. Memiliki kewarganegaraan ganda
berarti tunduk pada dua yurisdiksi.
Indonesia memiliki sistem hukum perdata internasional
peninggalan Hindia Belanda. Dalam hal status personal indonesia menganut asas
konkordasi, yang antaranya tercantum dalam Pasal 16 A.B. (mengikuti pasal 6 AB
Belanda, yang disalin lagi dari pasal 3 Code Civil Perancis). Berdasarkan pasal
16 AB tersebut dianut prinsip nasionalitas untuk status personal. Hal ini
berati warga negara indonesia yang berada di luar negeri, sepanjang mengenai
hal-hal yang terkait dengan status personalnya , tetap berada di bawah
lingkungan kekuasaan hukum nasional indonesia, sebaliknya, menurut
jurisprudensi, maka orang-orang asing yang berada dalam wilayah Republik
indonesia dipergunakan juga hukum nasional mereka sepanjang hal tersebut masuk
dalam bidang status personal mereka. Dalam jurisprudensi indonesia yang
termasuk status personal antara lain perceraian, pembatalan perkawinan,
perwalian anak-anak, wewenang hukum, dan kewenangan melakukan perbuatan hukum,
soal nama, soal status anak-anak yang dibawah umur.
Bila dikaji dari segi hukum perdata internasional,
kewarganegaraan ganda juga memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal
penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang
anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan
antara hukum negara yang satu dengan yang lain tidak bertentangan maka tidak
ada masalah, namun bagaimana bila ada pertentangan antara hukum negara yang
satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti
kaidah negara yang mana. Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas
ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.
Sebagai contoh adalah dalam hal perkawinan, menurut
hukum Indonesia, terdapat syarat materil dan formil yang perlu dipenuhi. Ketika
seorang anak yang belum berusia 18 tahun hendak menikah maka harus memuhi kedua
syarat tersebut. Syarat materil harus mengikuti hukum Indonesia sedangkan
syarat formil mengikuti hukum tempat perkawinan dilangsungkan. Misalkan anak
tersebut hendak menikahi pamannya sendiri (hubungan darah garis lurus ke atas),
berdasarkan syarat materiil hukum Indonesia hal tersebut dilarang (pasal 8 UU
No.1 tahun 1974), namun berdasarkan hukum dari negara pemberi kewarganegaraan
yang lain, hal tersebut diizinkan, lalu itu semua tergatung dari ketentuan mana
yang harus diikutinya. Hal tersebut yang tampaknya perlu dipikirkan dan dikaji
oleh para ahli hukum perdata internasional sehubungan dengan kewarganegaraan
ganda ini.
Sumber : http://adexyz.wordpress.com/2010/11/09/contoh-kasus-mengenai-status-kewarganegaraan-anak-perkawinan-campuran/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar